Senin, 12 Maret 2018

Menjadi milik Maria


Maria “Mata Air Kerahiman yang Termeterai”

                                                                                                            Fr. Vandy Seda, SMM


            Maria disebut sebagai mata air kerahiman adalah suatu kebenaran iman. Kebenaran ini bertitik tolak dari kenyataan bahwa Maria terlibat dalam karya keselamatan Allah. Keterlibatannya bukanlah sebagai pelengkap atau  sekedar “alat” yang pasif. Ia secara aktif dan penuh mengambil bagian di dalamnya. Keterlibatannya ini membawa suatu harapan baru bagi manusia. Harapan itu adalah gerbang Firdaus yang telah di tutup oleh Hawa lama dibuka kembali oleh Maria. Maria membuka kembali kehidupan itu melalui Yesus Kristus. Itu berarti Kristus dilihat sebagai pelaksana sekaligus puncak kerahiman Bapa.

Kerahiman Allah ini secara definitif dimulai pada peristiwa inkarnasi dan berpuncak pada salib.  Inkarnasi adalah peristiwa di mana Allah memposisikan diri sebagai manusia dalam diri Maria. Peristiwa salib yang adalah kurban Kristus paling agung. Kedua Peristiwa ini telah melibatkan Maria. Dengan demikian, Maria mengambil bagian dalam kerahiman Allah. Dan kerahiman Maria  sudah termeterai  olah Roh Kudus. “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau (Luk 1:35). Dalam konteks inilah Maria disebut sebagai “mata air” kerahiman yang termeterai. Mata air yang mengalirkan rahmat pengampunan dan keselamtan dari Allah . Maria turut membawa kembali orang berdosa pada kehidupan yang disebabkan oleh Hawa lama. Dosa atau kematian melalui Hawa sedangkan kehidupan melalui Maria. Perlu  diketahui bahwa, keterlibatan Maria  ini bukan menjadi alasan bahwa Allah itu terbatas, malahan sebaliknya.  Allah pada hakekatnya tidak terbatas, tetapi Allah tidak memilih jalan lain untuk melaksanakan karya-Nya kecuali dalam Maria.



Misteri Kejatuhan Manusia dalam Dosa

Kejatuhan manusia dalam dosa dikisahkan dalam kitab Kejadian. Kejatuhan itu pertama-tama karena manusia menggunakan kebebasan secara salah. Perlu diketahui bahwa kebebasan yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah kebebasan etis. Kebebasan yang hanya untuk mentaati perintah Allah (Steinar Solbekken, Eksposisi Kitab Kejadian, Hal. 56).

            Tetapi pada kenyataannya manusia tidak mengunakan kebebasan itu sesuai dengan maksud Allah. Ia menggunakannya untuk keinginannya sendiri yakni untuk menjadi seperti Allah bahkan melampaui Allah. Artinya manusia memilih untuk tidak taat pada Allah dan lebih taat pada apa yang dikatakan ular.

Hal ini menjadi nyata ketika manusia itu tidak menaati apa yang dijanjikan oleh Allah. Janji Allah yang mengatakan “semua pohon yang ada dalam taman ini boleh kamu makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kamu makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pasti engkau mati (Kejadian 2:16-17). Manusia tidak mengindahkan apa yang dikatakan Allah ini. Akibatnya Allah mengusir manusia itu dari taman Eden dan menetapkannya pada suatu taman baru. Taman baru itu bukanlah seperti taman Eden, sebab Allah mengutuk tanah itu. “Terkutuklah tanah karena engkau, dengan susah payah engkau akan mencari rejekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu (Kej 3:17-18).

Inilah awal kesengsaraan atau penderitaan manusia. Dan penderitaannya yang paling dalam adalah merasa ditinggalkan oleh Allah. Tetapi kemudian penderitaan itu mendatangkan belas kasih Allah. Allah yang adalah kasih (Deus Caritas Est,  Hal. 5) memperbaiki relasi yang telah rusak itu. Penginjil Yohanes mengatakan “kerena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal; supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Sedangkan St. Montfort  mengatakan demikian (Cinta Kebijaksanaan Abadi, CKA no. 104-105.)

Ketika Sang Sabda Abadi, Kebijaksanaan Abadi, dalam dewan tertinggi Tritunggal Mahakudus mengambil keputusan menjadi manusia untuk memulihkan keadaan manusia yang telah jatuh, Ia memberitahu kepada Adam, sebagaimana boleh diduga, dan berjanji kepada para bapa bangsa yang tua, sesuai dengan kesaksian Kitab Suci, bahwa Ia akan menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia (CKA 104). Dan ketika akhir waktu yang ditentukan untuk penyelamatan manusia telah tiba, Kebijaksanaan Abadi mendirikan bagi diri-Nya sebuah rumah, suatu kediaman yang pantas bagi-Nya: Ia menciptakan dan membentuk Maria di dalam rahim santa Anna dengan kegembiraan lebih besar daripada ketika Ia menciptakan semesta alam (CKA 105).

Kebijaksaan Abadi ini memilih Maria sebagai tempat yang pantas bagi dirinya untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Kristus hendak mengangkat kembali manusia menjadi anak-anak Allah bersama dan dalam Maria. Kalau boleh dikata, hanya dalam Marialah  Kristus mengalami kesenangan untuk menyelamatkan manusia.



Yesus sebagai Puncak Kerahiman Allah

            Kristus adalah pelaksana sekaligus puncak kerahiman Bapa. Itu berarti kehadiran Maria dalam rencana keselamatan Allah tidak mengesampingkan kedudukan Kristus sebagai Allah yang Maharahim. Kerahiman Maria tetaplah kerahiman yang mengalir dari Yesus dan bukan sebaliknya. Hal ini bisa kita selidiki dalam Kitab Suci Perjanjian Baru yang mengatakan bahwa puncak kerahiman Bapa adalah Kristus. Dikatakan demikian karena dalam dan melalui-Nya semua manusia dijadikan sebagai anak Allah. Manusia diangkat kembali oleh-Nya dari kegersangan dosa. Artinya Yesus hadir sebagai pemberi air kehidupan kepada manusia, seperti yang telah Ia lakukaan kepada perempuan Samaria itu. Yesus menawarkan kepada wanita itu “mata air” yang terus menerus memancar sampai pada kehidupan yang kekal (Yohanes Paulus II, Yesus Kristus Pembawa Air Hidup.  Hal. 72).

 

Kitab Suci juga menggambarkan kerahiman Bapa melalui perumpamaan. Perumpamaan-perumpamaan itu adalah suatu pristiwa yang dramatis tentang kerahiman Allah.  Perumpamaan tentang domba yang hilang, perempaun yang mencari dirham, bapa yang menyambut anaknya yang hilang dan memeluknya. Perumpamaan-perumpamaan ini bukan sebatas kata-kata, melainkan menjelaskan tentang diri-Nya dan tindakan-Nya. Dan tindakan kasih atau kerahiman Allah yang paling radikal termuat dalam peristiwa salib. Lebih lanjut Kristus melestarikan tindakan penyerahan diri-Nya ini melalui perjamauan Ekaristi. Perjamuan ini adalah perjamuan penyerahan tubuh dan darah-Nya kepada manusia. Roti dan anggur yang kita santap dalam perayaan Ekaristi adalah perjamuan keselamatan. Dalam Ekaristi semua orang yakni Gereja memperoleh kehidupan,  sebab Gereja lahir dari Ekaristi itu sendiri  (Ecclesia De Eucharistia. Hal. 5).



Kerahiman Maria  “Termeterai”

Kerahiman Maria sangatlah perlu dalam penziarahan iman manusia. Alasan yang mendasar adalah  Maria telah dijadikan oleh Allah sebagai mahkluk yang istimewa. Keistimewaan Maria terlihat dalam perannya sebagai Bunda Allah (Theotokos).  Ialah manusia yang melahirkan ke-Allahan dan kemanusiaan Yesus. Secara definitif peran Maria sebagai Bunda Allah dimulai pada peristiwa kabar gembira yakni ketika malaikat Gabriel menyalaminya, “Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau (Luk 1:28), sesungguhnya engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus, Ia menjadi besar, dan akan disebut sebagai Anak Allah yang Mahatinggi (Luk1: 31-32). Ketika Maria menjawab “ya” atas kabar malaikat ini, Roh Kudus menaungi dirinya.

Peristiwa ini mengambarkan suatu relasi ketergantungan antar Maria dan Allah. Maria menggantungkan seluruh dirinya  pada Allah dan Allah juga “bergantung” pada Maria. Ketergantung Maria nampak ketika ia menyerahkan dirinya kepada Allah. Jawaban “ya” atas kabar malaikat Allah adalah gambaran nyata ketergantungan Maria. Dan konsekuensi lanjutan dari jawaban “ya” ini adalah Maria selalu taat pada kehendak Allah. Ketaatannya ini membawa suatu kegembiraan bagi manusia, sebab ikatan maut yang disebab oleh Hawa lama telah dilepaskan oleh ketaatan Maria. Maut melalui hawa hidup melalui Maria (Lumen Gentium, art. 56).

Jawaban “ya” Maria juga melambangkan kerendahan dirinya dihadapan Allah. Maria adalah hamba Allah, “Aku ini adalah hamba Tuhan”. Sebagai hamba Maria menyerahkan seluruh diri kepada Allah. Artinya mencakup seluruh dimensi kehidupannya (baik dalam dimensi jasmaniah maupun rohaniah). Singkat kata Maria seluruhnya adalah milik Allah. Penyerahan diri Maria ini pertama-tama karena adanya kepercayaan. Kepercayaan yang dilandaskan dengan iman yang kuat.  Sedangkan “ketergantungan” Allah adalah soal cara Allah dalam menyatakan diri-Nya kepada manusia. Allah menggunakan Maria untuk secara nyata menjadi seorang pribadi seperti manusia. Montfort mengatakan bahwa Allah Roh Kudus mandul dalam diri-Nya sendiri sebab ia tidak menghasilkan pribadi Allah yang lain. Tetapi dalam Maria Allah Roh Kudus menjadi subur. Subur karena menghasilkan pribadi Allah yang lain yakni Kristus. Sehingga kemudian Maria disebut sebagai mempelai Allah Roh Kudus. Maria dipenuhi oleh Allah Roh Kudus artinya seluruh hidupnya hanya dipimpin oleh Roh Allah. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu yang dilakukan Maria dari kehendaknya sendiri melainkan dari Roh Kudus.  Inilah yang kemudian mengapa Allah menjadikan Maria sebagai taman firdaus Adam Baru.

Sebutan Maria sebagai taman firdaus juga menunjukan kekuasaannya dalam merangkul serta mengantar manusia kepada Allah. Kekuasaannya itu telah dimeterai oleh Roh Kudus. Montfort mengatakan “Maria adalah mata air yang termeterai  dan mempelai Allah Roh Kudus yang setia. Hanya Roh Kuduslah yang bertempat tinggal dalam Maria ( BS no 6).

 Dan Maria dijadikan Allah sebagai bendahara rahmat-rahmat-Nya. Darinya kita memperoleh segala rahmat Allah. Singkat kata, dalam dan melalui Maria kita diangkat kembali menjadi anak-anak Allah.

Penutup dan Refleksi

Peran Maria dalam karya keselamatan Allah adalah membuka kembali gerbang firdaus yang telah ditutup oleh Hawa. Maria merangkul semua manusia yang berdosa dan mempersembahkannya kepada Kristus. Tindakan Maria ini adalah tindakan yang mengagumkan. Mengagumkan karena peran Maria tidak berhenti pada peristiwa inkarnasi dan salib. Maria masih mengemban suatu tugas baru yakni menjadi ibu dari seluruh gereja. Hal ini didasari pada apa yang dikatakan Yesus  dari atas salib “Ibu inilah anakmu”. Perlu diketahui bahwa, Kristus tidak hanya menyerahkan Yohanes tetapi Gereja secara keseluruhan. Yohanes hanyalah  pralambang dari Gereja.  Artinya Yesus menyerahkan seluruh Gereja  yang diwakili oleh Yohanes kepada ibu-Nya. Maria menerima tugas ini dan terus membentuk Geraja dalam rahimya sampai menjadi serupa dengan sang kepala yakni Kristus.

 Pengenalan saya terhadap bunda Maria pertama-tama karena kerahimannya. Kerahiman itu nampak ketika ia menunjukkan suatu pengaharapan baru kepada saya. Pengaharapan itu adalah pangggilan yang sekarang sedang saya jalani sekarang ini. Bahwa kualitas jawaban “ya” saya sangat dipengaruhi oleh kerahiman Maria. Artinya bahwa rasa psimistis sebagai orang berdosa, tidak mengaburkan jawaban  “ya” saya. Maria meneguhkan saya untuk tetap setia menjawab “ya”. Saya melihat bahwa peneguhan ini adalah bentuk kerahiman Maria yang tidak berhingga. Ia menerima sekaligus mempersembahkan diri saya kepada Tuhan.

Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan bagi saya untuk menerima sagala kekurangan dan tantangan dengan penuh iman. Salah satu tantangan awal bagi saya ketika menjalani kehidupan di seminari tinggi adalah bersepada. Kelihatannya cukup menantang dan menimbulkan rasa psimistis untuk terus berjalan. Namun berkat didikan Maria, bersepeda kemudian tidak menjadi suatu tanggapan untuk mengatakan tidak pada panggilan. Bahkan saya melihatnya sebagai suatu persembahan diri yang totalitas bagi Tuhan.



Daftar pustaka



Dokumen Konsili Vatikan II. Dalam Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja, art. 56.

Louise Marie Grignion de Montfort.  Bakti Sejati Kepada Maria, (diterj) Pusat Spiritualitas SMM: Bandung, 2002.

Louise Marie Grignon de Montfort. Cinta Kebijaksanaan Abadi, (diterj). Pusat Spiritualitas SMM: Bandung, 2000.

Paus Benediktus XVI. Ensiklik Deus Caritas Est,  Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005.

Paus Yohanes Paulus II, Yesus Kristus Pembawa Air Hidup, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005

Paus Yohanes Paulus II,  Surat Enseklik, Ecclesia De Eucharistia, Jakarta: Depertemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005

Solbekken, Steinar. Eksposisi Kitab Kejadian. Jawa Timur: Departemen Multimedia Bag. Literatur, 2009.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LABOREM EXERSENS: KERJA SEBAGAI TINDAKAN MANUSIAWI (CACATAN KRITIS ATAS PENGARUH MODAL DALAM DIMENSI KERJA MASA KINI YANG MENGALENIASI MA...