Pendidikan
yang Berbasis Karakter
Pendidikan dilihat
sebagai wahana dalam memanusiakan manusia. Humanisasi pendidikan adalah sebuah proses
dari “ada” menjadi “mengada”. “Ada” yang dimaksudkan adalah keberadaan potensi
manusia yang belum teraktualisasi. Sedangkan “mengada” menunjukan keberadaan potensi
manusia yang sudah teraktualisasi.
Inilah tujuan dari ruang gerak pendidikan. Itu berarti ruang gerak pendidikan
harus menyentuh esensi dasar dari pribadi manuisa. Konteks esessi dalam dunia pendidikan adalah pendidikan karakter.
Dalam pedidikan
karater itu kita mengenal tiga point penting yakni afeksi, kognitif dan
psikomotorik. Ketiga hal ini menjadi mal yang berfunsi untuk membentuk manusia
ke arah manusiawi. Dan soal kedudukan dari ketiganya, hal yang paling mendasar
adalah aspek psikomotorik. Psokomotorik ini tidak lain adalah soal karakter.
Karakter dilihat sebagai senter of live. Artinya
sebagai modal dalam menjalankan dinamika kehidupan. Dengan terbentuknya
karakter orang akan mengerti tentang kehidupan dan tujuan dari penziarahannya.
Aktivitas
Pendidikan bukan satu
arah atau subjek -objek
Aktivitas pendidikkan
adalah aktivitas membentuk dan membangun peserta didik. Aktivitas membangun merujuk
pada pengalian potensi-potensi. Karena potensi-potensi itu pada dasarnya memuat
keutamaan yakni karakter. Memang benar bahwa pengaktualisasian potensi-pontesi
yang ada membuat manusia lebih manusiawi. Inilah yang disebut sebagai
humanisasi pendidikan. Dan aktivitas ini ada dua subjek yang terlibat yakni
pendidik dan peserta didik. Kedua subjek ini berada dalam satu koridor yang terpisah.
Artinya kedua subjek ini memiliki perbedaan namun terarah pada tujuan yang sama.
Hubungan keduanya menentukan kualitas manusiawi. Kualitas
manusiawi yang maksimum tidak lain adalah lahirnya karakter yang handal. Manusia
akan tahu apa artinya kehidupan. Ia berziarah dengan suatu harapan pasti dan
dengan tujuan yang mulia. Manusia seperti inilah yang menjadi harapan dalam
membangun dunia yang adil dan damai. Sebab keadilan dan kedamaian adalah tujaun
dan harapan dari setiap orang.
Tiga Arah
Pendidikan Karakter (Kognitif, Afeksi dan Psikomotorik)
Pertama adalah aspek kognitif. Aspek kognitif dalam
dunia pendidikan tidak lain adalah soal daya
intelektual manusia. Intelektual dalam arti ini adalah kedudukannya. Seberapa
besar daya analisis, cara berpikir, cara berargumentasi dan dalam menyampaikan
gagasan. Intinya aspek kognitif hanya berkutat pada daya intelektual semata. Lalu
permasalahannya adalah bagaimana mengembangkan dan mengasah daya intelektual
itu. Pendidik sebagai fasilitator hendaknya kreatif dalam mengembangkan metode
belajar. Metode belajar yang efektif sangat membatu murid dalam menggali
potensi kognitifnya. Ini sangat penting untuk diingatkan dan dilakukan oleh
pendidik. Kualitas aspek kognitif dalam diri anak membantunya bersikap kritis
terhadap segala sesuatu. ia kritis dalam mengambil sikap dan tindakan ketika
berhadan dengan berbagai macam persoalan. Mungkin sikap kritis ini menjadi
suatu tuntutan dalam membangun Indonesia yang beradap. Dikatakan beradap karena
indonesia sekarang ini masih terkungkung dalam kebodohan karakter. Hal ini bisa
kita amati dalam dunia para elit negara, baik politikus mapun mereka yang berkancah
dalam dunia pendidikan itu sendiri. Peran aspek kognitif dalam dunia kehidupan
tidak berkembang bahkan tengelam dalam sikap “sekedar” para pemegang negara.
Bukankah ini adalah masalah yang sangat krusial? Untuk apa ini dibiarkan tumbuh
dan berkembang? Permasalahan ini belum terlihat jelas dalam tubuh orang-orang
Indonesia.
Kedua adalah aspek afeksi. Afeksi menjadi kebutuhan
dasar tiap manusia. Kebutuhan itu disebut sebagai kebutuhan primer dan bukan
sekunder. Sebagai kebutuhan pokok konsekuensinya adalah harus dipenuhi. Aspek
afeksi dalam dunia pendidikan sangat mempengaruhi kepribadian anak didik.
Semakin intens afeksi diarahkan semakin dewasa anak itu membangun dirinya. Dan
konsekuaensi lanjutannya adalah bahwa anak didik semakin peka terhadap dunia
sekitarnya. Ia tidak menjadi ego atau mementingkan kehendak diri. Keegoannya
semakin himpit dan hilang dan yang ada hanyalah sikap solider. Memang benar
bahwa solider tidak sekar aku berelasi dengan lyan. Solider lebih dari aku dan lyan. Lyan bukan sekedar dia yang sebagai objek tetapi dia yang
subjek. Maka dalam relasi itu kedalam menjadi hal yang terpenting, melampaui
tataran fisik yakni metafisik.
Ketiga adalah psikomotorik. Aspek ini menjadi hal
paling mendasar. Dikatakan demikan, karena aspek ini melingkupi ke dua aspek
sebelumnya. Dengan kata lain aspek ini bersifat holistik. Holistik berarti mencakup keseluruhan diri manusia.
Potensi-potensi yang ada dalam dirinya menjadi benteng. Kematangan aspek ini
memudahkan manusia dalam mengarahkan atau mengembangkan dirinya. Dalam hal ini
manusia mampu bersikap kritis dengan segala sesuatu yang ada. Ia tidak mudah
dipengaruhi oleh pengaruh dari luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar