Maria “Mata Air Kerahiman
yang Termeterai”
Fr.
Vandy Seda, SMM

Maria
disebut sebagai mata air kerahiman adalah suatu kebenaran iman. Kebenaran ini
bertitik tolak dari kenyataan bahwa Maria terlibat dalam karya keselamatan
Allah. Keterlibatannya bukanlah sebagai pelengkap atau sekedar “alat” yang pasif. Ia secara aktif dan penuh mengambil bagian
di dalamnya. Keterlibatannya ini membawa suatu harapan baru bagi manusia.
Harapan itu adalah gerbang Firdaus yang telah di tutup oleh Hawa lama dibuka
kembali oleh Maria. Maria membuka kembali kehidupan itu melalui Yesus Kristus.
Itu berarti Kristus dilihat sebagai pelaksana sekaligus puncak kerahiman Bapa.
Kerahiman Allah ini secara definitif dimulai pada
peristiwa inkarnasi dan berpuncak pada salib.
Inkarnasi adalah peristiwa
di mana Allah memposisikan diri sebagai manusia dalam diri Maria. Peristiwa salib yang
adalah kurban Kristus paling agung. Kedua Peristiwa ini telah melibatkan Maria. Dengan demikian, Maria mengambil bagian
dalam kerahiman Allah. Dan kerahiman Maria sudah
termeterai olah Roh Kudus. “Roh Kudus
akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau (Luk
1:35). Dalam konteks inilah Maria disebut sebagai “mata air” kerahiman yang
termeterai. Mata air yang mengalirkan rahmat pengampunan dan keselamtan dari
Allah . Maria turut membawa kembali orang berdosa pada kehidupan yang
disebabkan oleh Hawa lama. Dosa atau kematian melalui Hawa sedangkan kehidupan
melalui Maria. Perlu diketahui bahwa, keterlibatan Maria
ini bukan menjadi alasan bahwa Allah itu terbatas, malahan
sebaliknya. Allah pada hakekatnya tidak
terbatas, tetapi Allah tidak memilih jalan lain untuk melaksanakan karya-Nya
kecuali dalam Maria.
Misteri
Kejatuhan Manusia dalam Dosa
Kejatuhan
manusia dalam dosa dikisahkan dalam kitab Kejadian. Kejatuhan itu pertama-tama
karena manusia menggunakan kebebasan secara salah. Perlu diketahui bahwa
kebebasan yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah kebebasan etis.
Kebebasan yang hanya untuk mentaati perintah Allah (Steinar Solbekken, Eksposisi Kitab Kejadian, Hal. 56).
Tetapi pada kenyataannya manusia
tidak mengunakan kebebasan itu sesuai dengan maksud Allah. Ia menggunakannya
untuk keinginannya sendiri yakni untuk menjadi seperti Allah bahkan melampaui
Allah. Artinya manusia memilih untuk tidak taat pada Allah dan lebih taat pada
apa yang dikatakan ular.
Hal ini menjadi nyata
ketika manusia itu tidak menaati apa yang dijanjikan oleh Allah. Janji Allah
yang mengatakan “semua pohon yang ada dalam taman ini boleh kamu makan buahnya
dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu,
janganlah kamu makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pasti engkau
mati (Kejadian 2:16-17). Manusia tidak mengindahkan apa yang dikatakan Allah
ini. Akibatnya Allah mengusir manusia itu dari taman Eden dan menetapkannya
pada suatu taman baru. Taman baru itu bukanlah seperti taman Eden, sebab Allah
mengutuk tanah itu. “Terkutuklah tanah karena engkau, dengan susah payah engkau
akan mencari rejekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri
yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi
makananmu (Kej 3:17-18).
Inilah
awal kesengsaraan atau penderitaan manusia. Dan penderitaannya yang paling
dalam adalah merasa ditinggalkan oleh Allah. Tetapi kemudian penderitaan itu
mendatangkan belas kasih Allah. Allah yang adalah kasih (Deus Caritas Est, Hal. 5) memperbaiki
relasi yang telah rusak itu. Penginjil Yohanes mengatakan “kerena begitu besar
kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal;
supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (Yoh
3:16). Sedangkan St. Montfort mengatakan
demikian (Cinta Kebijaksanaan Abadi, CKA no. 104-105.)
Ketika
Sang Sabda Abadi, Kebijaksanaan Abadi, dalam dewan tertinggi Tritunggal
Mahakudus mengambil keputusan menjadi manusia untuk memulihkan keadaan manusia
yang telah jatuh, Ia memberitahu kepada Adam, sebagaimana boleh diduga, dan
berjanji kepada para bapa bangsa yang tua, sesuai dengan kesaksian Kitab Suci,
bahwa Ia akan menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia (CKA 104). Dan ketika
akhir waktu yang ditentukan untuk penyelamatan manusia telah tiba,
Kebijaksanaan Abadi mendirikan bagi diri-Nya sebuah rumah, suatu kediaman yang
pantas bagi-Nya: Ia menciptakan dan membentuk Maria di dalam rahim santa Anna
dengan kegembiraan lebih besar daripada ketika Ia menciptakan semesta alam (CKA
105).
Kebijaksaan
Abadi ini memilih Maria sebagai tempat yang pantas bagi dirinya untuk menyelamatkan
manusia dari dosa. Kristus hendak mengangkat kembali manusia menjadi anak-anak
Allah bersama dan dalam Maria. Kalau boleh dikata, hanya dalam Marialah Kristus mengalami kesenangan untuk
menyelamatkan manusia.
Yesus
sebagai Puncak Kerahiman Allah
Kristus
adalah pelaksana sekaligus puncak kerahiman Bapa. Itu berarti kehadiran
Maria dalam rencana keselamatan Allah tidak mengesampingkan kedudukan Kristus
sebagai Allah yang Maharahim. Kerahiman Maria tetaplah kerahiman yang mengalir
dari Yesus dan bukan sebaliknya. Hal ini bisa kita selidiki dalam Kitab Suci
Perjanjian Baru yang mengatakan bahwa puncak kerahiman Bapa adalah Kristus.
Dikatakan demikian karena dalam dan melalui-Nya semua manusia dijadikan sebagai
anak Allah. Manusia diangkat kembali oleh-Nya dari kegersangan dosa. Artinya
Yesus hadir sebagai pemberi air kehidupan kepada manusia, seperti yang telah Ia
lakukaan kepada perempuan Samaria itu. Yesus menawarkan kepada wanita itu “mata
air” yang terus menerus memancar sampai pada kehidupan yang kekal (Yohanes
Paulus II, Yesus Kristus Pembawa Air
Hidup. Hal. 72).
Kitab Suci juga
menggambarkan kerahiman Bapa melalui perumpamaan. Perumpamaan-perumpamaan itu
adalah suatu pristiwa yang dramatis tentang kerahiman Allah. Perumpamaan tentang domba yang hilang,
perempaun yang mencari dirham, bapa yang menyambut anaknya yang hilang dan
memeluknya. Perumpamaan-perumpamaan ini bukan sebatas kata-kata, melainkan
menjelaskan tentang diri-Nya dan tindakan-Nya. Dan tindakan kasih atau
kerahiman Allah yang paling radikal termuat dalam peristiwa salib. Lebih lanjut
Kristus melestarikan tindakan penyerahan diri-Nya ini melalui perjamauan
Ekaristi. Perjamuan ini adalah perjamuan penyerahan tubuh dan darah-Nya kepada
manusia. Roti dan anggur yang kita santap dalam perayaan Ekaristi adalah
perjamuan keselamatan. Dalam Ekaristi semua orang yakni Gereja memperoleh
kehidupan, sebab Gereja lahir dari
Ekaristi itu sendiri (Ecclesia
De Eucharistia. Hal. 5).
Kerahiman
Maria “Termeterai”
Kerahiman Maria sangatlah
perlu dalam penziarahan iman manusia. Alasan yang mendasar adalah Maria telah dijadikan oleh Allah sebagai
mahkluk yang istimewa. Keistimewaan Maria terlihat dalam perannya sebagai Bunda
Allah (Theotokos). Ialah manusia yang melahirkan ke-Allahan dan
kemanusiaan Yesus. Secara definitif peran Maria sebagai Bunda Allah dimulai
pada peristiwa kabar gembira yakni ketika malaikat Gabriel menyalaminya, “Salam
hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau (Luk 1:28), sesungguhnya
engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah
engkau menamai Dia Yesus, Ia menjadi besar, dan akan disebut sebagai Anak Allah
yang Mahatinggi (Luk1: 31-32). Ketika Maria menjawab “ya” atas kabar malaikat
ini, Roh Kudus menaungi dirinya.
Peristiwa ini
mengambarkan suatu relasi ketergantungan antar Maria dan Allah. Maria
menggantungkan seluruh dirinya pada
Allah dan Allah juga “bergantung” pada Maria. Ketergantung Maria nampak ketika
ia menyerahkan dirinya kepada Allah. Jawaban “ya” atas kabar malaikat Allah
adalah gambaran nyata ketergantungan Maria. Dan konsekuensi lanjutan dari
jawaban “ya” ini adalah Maria selalu taat pada kehendak Allah. Ketaatannya ini
membawa suatu kegembiraan bagi manusia, sebab ikatan maut yang disebab oleh
Hawa lama telah dilepaskan oleh ketaatan Maria. Maut melalui hawa hidup melalui
Maria (Lumen Gentium, art. 56).
Jawaban “ya” Maria juga
melambangkan kerendahan dirinya dihadapan Allah. Maria adalah hamba Allah, “Aku
ini adalah hamba Tuhan”. Sebagai hamba Maria menyerahkan seluruh diri kepada
Allah. Artinya mencakup
seluruh dimensi kehidupannya (baik dalam dimensi jasmaniah maupun rohaniah). Singkat kata
Maria seluruhnya adalah milik Allah. Penyerahan diri Maria ini
pertama-tama karena adanya
kepercayaan. Kepercayaan yang dilandaskan dengan iman yang
kuat. Sedangkan “ketergantungan” Allah
adalah soal cara Allah dalam menyatakan diri-Nya kepada manusia. Allah
menggunakan Maria untuk secara nyata menjadi seorang pribadi seperti manusia.
Montfort mengatakan bahwa Allah Roh Kudus mandul dalam diri-Nya sendiri sebab
ia tidak menghasilkan pribadi Allah yang lain. Tetapi dalam Maria Allah Roh
Kudus menjadi subur. Subur karena menghasilkan pribadi Allah yang lain yakni
Kristus. Sehingga kemudian Maria disebut sebagai mempelai Allah Roh Kudus.
Maria dipenuhi oleh Allah Roh Kudus artinya seluruh hidupnya hanya dipimpin
oleh Roh Allah. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu yang dilakukan Maria dari
kehendaknya sendiri melainkan dari Roh Kudus.
Inilah yang kemudian mengapa Allah menjadikan Maria sebagai taman
firdaus Adam Baru.
Sebutan
Maria sebagai taman firdaus juga menunjukan kekuasaannya dalam merangkul serta
mengantar manusia kepada Allah. Kekuasaannya itu telah dimeterai oleh Roh
Kudus. Montfort mengatakan “Maria adalah mata air yang termeterai dan mempelai Allah Roh Kudus yang setia.
Hanya Roh Kuduslah yang bertempat tinggal dalam Maria ( BS no 6).
Dan Maria dijadikan Allah sebagai bendahara
rahmat-rahmat-Nya. Darinya kita memperoleh segala rahmat Allah. Singkat kata,
dalam dan melalui Maria kita diangkat kembali menjadi anak-anak Allah.
Penutup
dan Refleksi
Peran Maria dalam karya
keselamatan Allah adalah membuka kembali gerbang firdaus yang telah ditutup
oleh Hawa. Maria merangkul semua manusia yang berdosa dan mempersembahkannya
kepada Kristus. Tindakan Maria ini adalah tindakan yang mengagumkan.
Mengagumkan karena peran Maria tidak berhenti pada peristiwa inkarnasi dan
salib. Maria masih mengemban suatu tugas baru yakni menjadi ibu dari seluruh
gereja. Hal ini didasari pada apa yang dikatakan Yesus dari atas salib “Ibu inilah anakmu”. Perlu
diketahui bahwa, Kristus tidak hanya menyerahkan Yohanes tetapi Gereja secara
keseluruhan. Yohanes hanyalah pralambang
dari Gereja. Artinya Yesus menyerahkan
seluruh Gereja yang diwakili oleh
Yohanes kepada ibu-Nya. Maria menerima tugas ini dan terus membentuk Geraja
dalam rahimya sampai menjadi serupa dengan sang kepala yakni Kristus.
Pengenalan saya terhadap bunda Maria
pertama-tama karena kerahimannya. Kerahiman itu nampak ketika ia menunjukkan
suatu pengaharapan baru kepada saya. Pengaharapan itu adalah pangggilan yang
sekarang sedang saya jalani sekarang ini. Bahwa kualitas jawaban “ya” saya sangat
dipengaruhi oleh kerahiman Maria. Artinya bahwa rasa psimistis sebagai orang
berdosa, tidak mengaburkan jawaban “ya” saya.
Maria meneguhkan saya untuk tetap setia menjawab “ya”. Saya melihat bahwa
peneguhan ini adalah bentuk kerahiman Maria yang tidak berhingga. Ia menerima
sekaligus mempersembahkan diri saya kepada Tuhan.
Inilah yang kemudian
menjadi salah satu alasan bagi saya untuk menerima sagala kekurangan dan
tantangan dengan penuh iman. Salah satu tantangan awal bagi saya ketika
menjalani kehidupan di seminari tinggi adalah bersepada. Kelihatannya cukup
menantang dan menimbulkan rasa psimistis untuk terus berjalan. Namun berkat
didikan Maria, bersepeda kemudian tidak menjadi suatu tanggapan untuk
mengatakan tidak pada panggilan. Bahkan saya melihatnya sebagai suatu
persembahan diri yang totalitas bagi Tuhan.
Daftar
pustaka
Dokumen
Konsili Vatikan II. Dalam Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja, art. 56.
Louise
Marie Grignion de Montfort. Bakti Sejati Kepada Maria, (diterj)
Pusat Spiritualitas SMM: Bandung, 2002.
Louise
Marie Grignon de Montfort. Cinta
Kebijaksanaan Abadi, (diterj). Pusat Spiritualitas SMM: Bandung, 2000.
Paus
Benediktus XVI. Ensiklik Deus Caritas Est, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan KWI, 2005.
Paus
Yohanes Paulus II, Yesus Kristus Pembawa
Air Hidup, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005
Paus Yohanes Paulus II, Surat Enseklik, Ecclesia De Eucharistia, Jakarta: Depertemen Dokumentasi dan
Penerangan KWI, 2005
Solbekken, Steinar. Eksposisi Kitab Kejadian. Jawa Timur: Departemen Multimedia Bag.
Literatur, 2009.